TAFSI>R DAN METODOLOGI TAFSI>R AL-QUR'A>N#) (Studi Analisis -Kritis Dalam Lintas Sejarah)

Written by Economic and Business Sharia Law on Jumat, 11 September 2009

A. PENDAHULUAN
Al-Qur'an sebagai kitab suci yang berisi teks-teks suci, yang merupakan sumber hukum Islam. Dengan kandungan yang universal, telah banyak orang membicarakannya dan menulis, tetapi tetap saja belum dipahami dengan baik. ) Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, persoalan muncul dalam kehidupan sosial yang penuh tantangan dan dinamika persoalan hukum terus berlangsung dan berubah seiring perkembangan dalam permasalahan-permasalahan hukum, menurut Richard C. Martin, al-Qur'an sebagai great book dalam perspektif budaya yang dapat didekati dengan pendekatan antropogis. )


Kitabullah al-Qur'an dianggap sebagai petunjuk, tentunya al-Qur'an harus dipahami, dihayati, dan diamalkan. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang bisa dengan mudah memahami al-Qur'an, bahkan para sahabat Nabi Saw sekalipun yang secara umum menyaksikan turunya wahyu, mengetahui konteksnya, serta memahami secara ilmiah struktur bahasa dan makna kosa katanya. )
Dalam sejarah Rasulullah Saw mengemban tugas untuk menjelaskan maksud dari firman Allah Swt. Maka seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan seputar kajian al-Qur'an, sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman, berbagai penafsiran al-Qur'an terus berkembang, dengan berbagai corak dan para ulama dan intelektual muslim telah melahirkan konsep pemahaman al-Qur'an dengan penafsiran dan metodologi tafsir al-Qur'an. )
Sepeninggal Rasulullah Saw, para sahabat mendalami kitabullah dan mengetahui rahasia yang tersirat dan yang menerima tuntunan serta petunjuk beliau, merasa terpanggil untuk tampil ambil bagian dalam menerangkan dan menjelaskan mengenai apa saja yang mereka ketahui dan mereka pahami mengenai al-Qur'an. )


B. TAFSIR DAN METODOLOGI TAFSIR AL-QUR'AN
1. Pengertian Tafsi>>r dan Ta'wi>>l
Istilah tafsi>r lebih populer ketimbang ta'wi>l, jadi tafsi>r artinya membuka atau menyingkap (al-Kasya>f) dan menjelaskan (al-Idzha>r), artinya menjelaskan makna ayat dengan sebuah kata atau lafal yang menunjukkan makna terangnya ), atau merupakan upaya membuka, memahami, dan menjelaskan maksud di pengarang dalam hal ini Allah Swt, tanpa keluar dari struktur makna dalam teks sumber yaitu al-Qur'an ).
Pengertian Tafsi>r menurut ulama tafsir (bahasa) adalah
التفسـير فى اللـغة : التفسـير هو الإيـضاح والتبـيـين
dari definisi tersebut merujuk kepada al-Qur'an, sebagaimana tercantum di dalam firman Allah Swt, yang berbunyi:
       •  (

Dalam Lisa>n al-Arab adalah :
الفسـر : ألإبانة وكشف المغطى كالتفسير, والفعل : كضرب و نصر (
Yang maksudnya adalah membukakan sesuatu yang tertutup, maksudnya ialah membuka dan menjelaskan maksud yang sukar dari suatu lafal. )
Menurut Imam Badruddin pengertian tafsi>r ) adalah
التفسير علم يعرف به فهم كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم وبيان معانيه وإستخراج أحكامه وحكمه

Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata tafsi>r diartikan dengan: "keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat al-Qur'an" ). Jadi tafsir al-Qur'an ialah penjelasan atau keterangan untuk memperjelas maksud yang sukar memahaminya dari ayat-ayat al-Qur'an, atau dengan kata lain menjelaskan atau menerangkan makna-makna yang sulit pemahamannya dari ayat-ayat tersebut. )
Dalam literatur lain dikatakan bahwa kataالتفسير berasal dari kata الفسر yang berarti membuka, menampakkan sesuatu yang tertutup, selain itu juga istilah التفسير ialah menjelaskan kandungan-kandungan al-Qur'an al-Karim. )
Sedangkan makna ta'wi>l menurut adz-Dzahabi> >) adalah :
التـأويل فى اللـغة مـأخـوذ مـن الأوّل وهـو الرجـوع
Dalam Lisan al-'Arab yang pengertian ta'wil adalah:
التأويل:الرجوع الشيئ يؤول_أولا_ومالا رجع, وأول الشيئ: رجعه, وألت عن الشيئ ارددت (

Dengan demikian makna ta'wil menurut bahasa berasal dari kata الأوّل yang artinya kembali. Seorang mufassir adalah seorang yang mengartikan sebuah ayat dalam arti yang lain/arti yang mirip ). Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa ta'wil adalah mura>dif (sinonim) dengan kata tafsi>r, sedangkan menurut al-Alusy, bahwa ta'wil adalah mempunyai arti yang mendalam berupa pengetahuan Ilahi yang bersumber dari alam yang ghaib untuk kalbu para ilmuwan. )
Menurut al-Lusy, bahwa ta'wil adalah mempunyai arti yang mendalam berupa pengetahuan Ilahi yang bersumber dari alam yang ghaib untuk kalbu para ilmuwan. )
Dengan demikian antara makna ta'wil dengan tafsi>r adalah kalau tafsir itu pengertian lahiriah dari ayat al-Qur'an yang pengertiannya secara tegas menyatakan maksud yang dikehendaki Allah Swt, sedangkan ta'wil adalah pengertian-pengertian yang tersirat yang di istinbathkan (diproses) dari ayat-ayat al-Qur'an yang memerlukan perenungan dan merupakan proses terbukanya tabir. Sebagaimana ditegaskan Allah Swt dalam firman-Nya yang berbunyi:
          •             )

Selain itu pula istilah tafsir mempunyai sinonim dengan syarh, namun istilah ini tidak digunakan dalam perbendaharaan tafsi>r, sekalipun memiliki makna senada. Sedangkan istilah ta'wi>l masih tetap eksis dalam perbendaharaan kajian-kajian al-Qur'an. )
Menurut al-Syatibi dalam penggunaan ta'wi>l ada 2 (dua) syarat pokok dalam pen-ta'wi>l-an ayat-ayat al-Qur'an ) yaitu:
1. Makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki otoritas.
2. Arti yang dipilih dikenal oleh bahasa Arab klasik.
Selanjutnya al-Syatibi maksudnya dari kedua syarat tersebut bahwa popularitas arti dan kosakata tidak disinggung lagi, dengan kata lain bahwa kata-kata yang bersifat ambigu/musytarak (mempunyai lebih dari satu makna yang kesemua maknanya dapat digunakan bagi pengertian teks tersebut selama tidak bertentangan satu dengan yang lainnya). )
Ta'wi>l sebagaimana dikemukakan diatas, akan sangat membantu dalam memahami dan membumikan al-Qur'an di tengah kehidupan modern dewasa ini dan masa-masa yang akan datang. Namun perlu ditekankan bahwa men-ta'wi>l-kan suatu ayat, tidaklah semata-mata pertimbangan akal dan mengabaikan faktor kebahasaan yang terdapat dalam teks ayat, lebih-lebih bila bertentangan dengan prinsip-prinsip kaidah kebahasaan. )

2. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur'an
Sebagaimana kita ketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan tafsi>r al-Qur'an dimulai sejak zaman Rasulullah Saw, beliau lah yang menguraikan Kitabullah al-Qur'an dan menjelaskan kepada umatnya ), sehubungan dengan itu pada saat al-Qur'an diturunkan, Rasulullah Saw, menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya, dan keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah Saw. )
Rasulullah Saw selain bertugas menyampaikan wahyu dari Allah Swt, beliau juga menjelaskan kepada umat manusia, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Swt yang berbunyi:
       ••       )

Dalam firman ini Allah Swt menjelaskan bahwa al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah Saw merupakan wahyu yang diperuntukan umat manusia sebagai pedoman hidup dalam menjalankan kehidupannya sebagai pemegang amanah (khalifatu al-Ardl). Dan sebagaimana dalam firman yang Allah Swt menjelaskan, yang berbunyi:
                )

Dalam ayat diatas Allah Swt, menjelaskan tentang urgensitas penurunan al-Qur'an sebagai petunjuk dan rahmat bagi umat manusia melalui penafsiran dari para sahabat Nabi Saw yang diterima oleh para ulama dari kaum Ta>bi'i>n diberbagai daerah Islam, sampai akhirnya muncul ahli-ahli tafsi>r di Mekkah, Madinah, dan Iraq. Tradisi penafsiran al-Qur'an dilanjutkan kemudian oleh generasi ketiga kaum muslimin (kaum ta>bi'it ta>bi'i>n), pada generasi inilah juga yang mulai mengumpulkan pendapat para ulama terdahulu, kemudian dituangkan dalam kitab-kitab tafsi>r, seperti yang dilakukan oleh Sufyan bin Uyainah, Waki' bin Jarrah, Syu'bah bin Hajjaj, Yazid bin Harun, Abd bin Hamid. Dari penulis tafsi>r tersebut yang merupakan pembuka jalan bagi Ibnu Jarir al-Thabari, penulis tafsi>r al-Qur'an, Ja>mi al-Baya>n 'an Ta'wi>l A>ya>t al-Qur'a>n, sebuah tafsi>r al-Qur'an paling awal yang bisa diakses dewasa ini. )
Secara singkat metodologi tafsi>r dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang metode menafsirkan al-Qur'an, definisi ini dibedakan dari metode tafsi>r yang berarti cara-cara menafsirkan al-Qur'an, dan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah metodologi tafsi>r al-Qur'an. )
Sejarah penafsiran al-Qur'an dan perkembangan tafsi>r dibagi menjadi 2 (dua) macam kategori penafsiran Nabi Saw, terdiri dari 2 (dua) yaitu sudah terinci artinya apa yang telah digariskan oleh Nabi Saw berkenaan ibadah tidak perlu ditafsirkan lagi tapi cukup dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tersebut, tidak boleh diubah sedikitpun. )
Hal ini, biasanya menyangkut masalah iba>dah, seperti kewajiban shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Kategori kedua yang disampaikan Nabi Saw adalah secara garis besarnya saja, ini biasanya berhubungan dengan masalah-masalah mu'a>malah (kemasyarakatan) seperti hukum, urusan kenegaraan, kekeluargaan, dan sebagainya. )
Ada perbedaan dikalangan ulama dalam mengklasifikasikan metode tafsi>r sesuai dengan perkembangan ilmu tafsi>r itu sendiri. Sebagian ulama ahli tafsi>r seperti M. Ali al-Shabuni, Manna' al-Qattan, Subhi Shalih, dan Fahd bin Abd. Al-Rahman al-Rumi memetakan metode tafsi>r kedalam 3 (tiga) ) bentuk yaitu sebagai berikut:


a) Tafsi>r bi al-Ma'tsur
Tafsi>r ini dikenal juga dengan Tafsi>r bi al-Riwa>yah, yaitu tafsi>r al-Qur'an yang berpijak pada riwayah, atau lebih jelasnya tafsi>r yang bersumber pada al-Qur'an sendiri, atau yang dinukilkan dari Nabi Muhammad Saw, sahabat, maupun dari ta>bi'i>n ). Pada literatur lain dijelaskan bahwa para sahabat menerima dan meriwayatkan tafsi>r Nabi Saw secara musya>faha>t (dari mulut ke mulut), demikian pula generasi berikutnya, sampai pada datang masa tadwi>n (pembukuan) ilmu-ilmu Islam, termasuk tafsi>r, terjadi sekitar abad ke-3 H. cara penafsiran ini merupakan cikal bakal apa yang disebut tafsi>r bi al-Ma'tsu>ri atau disebut juga tafsi>r bi al-Riwa>yah. Para sahabat yang menonjol dalam menguasai tafsi>r bi al-Ma'tsur yaitu diantaranya Ibnu Mas'u>d, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'a>b, Zaid bin Tsa>bit, Abu Musa> al-Asy'a>ri, Abdullah bin Zubari>. )
Para ulama terjadi perbedaan pendapat mengenai batasan tafsi>r bi al-Ma'tsur, menurut al-Zarqa>ni>, yang termasuk tafsi>r bi al-Ma'tsur adalah tafsi>r yang diberikan oleh ayat-ayat al-Qur'an, Sunnah, dan Sahabat. Sedangkan menurut al-Dzahabi, tafsi>r bi al-Ma'tsur adalah memasukkan tafsi>r dari tabi'in. Seperti al-Thabari tidak hanya tafsir dari Nabi Saw dan Sahabat, melainkan juga memuat tafsi>r dari ta>bi'i>n. )
Alasan al-Zarqa>ni> tidak memasukkan penafsiranta>bi'i>n ke dalam tafsi>r bi al-Ma'tsur dilatar belakangi oleh kenyataan: banyak diantara ta>bi'i>n yang terlalu terpengaruh oleh riwayat-riwayat isra>iliyya>t ) yang berasal dari kaum Yahudi dan ahli Kitab lainnya, seperti dalam kisah para Nabi, penciptaan alam, ashhabu al-kahfi, kota Iran, dan lain sebagainya. )
Tafsir jenis ini contohnya adalah "Jami al-Bayan 'an Ta'wil Ayat al-Qur'an, karya Jarir al-Thabari, "al-Duri al-Mansur fi Tafsir bi al-Ma'tsur, karya al-Suyuti, dan tafsir karya Ibnu Katsir. )

b) Tafsi>r bi al-Ra'yi
Tafsi>r bi al-Ra'yi atau dikenal dengan Tafsi>r bi al-Dirayah, yaitu tafsir melalui pemikiran atau ijtihad ), dengan kata lain penafsiran al-Qur'an yang berpijak pada penggunaan pendapat, nalar atau akal ). Tafsir ini berkembang pada akhir abad ke-3 H atau akhir masa ulama salaf, pada awal ulama mutakhhirin. Seperti kaum \fuqaha (ahli fikih) menafsirkannya dari sudut hukum fikih, seperti yang pernah dilakukan oleh al-Jashash dan al-Qurthubi, al-Kasysyaf karangan al-Zamakhsyari, dan kaum sufi, yang menafsirkan dengan pemahaman dan pengalaman batin mereka, seperti Tafsir al-Qur'an al-Azhim oleh al-Tustari, Futuhat Makkiyat oleh Ibnu 'Arabi, juga dalam bidang bahasa dan qira'at, seperti Tafsir Abi al-Su'ud, al-Bahr al-Muhith oleh Abu Hayyan. )
Mengenai Tafsir bi al-Ra'yi yang didasarkan pada pendapat dan akal ini, para ulama berbeda pendapat, ada yang mengharamkan dan ada pula yang membolehkannya. Namun demikian sebenarnya perbedaan itu karena penafsir berdasarkan pendapat (ra'yu) memastikan "yang dimaksud Allah Swt begini dan begitu", tanpa disertai dalil dan hujjah atau karena orang berusaha menafsirkan al-Qur'an padahal ia tidak menguasai kaidah bahasa Arab dan pokok-pokok hukum agama, atau karena dorongan hawa nafsu yang hendak memutarbalikkan makna ayat-ayat al-Qur'an. Lain halnya kalau penafsir mempunyai persyaratan cukup yang diperlukan, sehingga tidak ada salahnya kalau berusaha menafsirkan al-Qur'an atas dasar pendapat dan akal. )
Adapun contoh dari jenis tafsir ini adalah tafsir al-Razi yang berjudul "Mafatih al-Ghaib", tafsir Imam Baidlawi, yang berjudul "Anwaru al-Tanzil wa Asraru al-Ta'wil ", tafsir Abu Su'ud, yang berjudul "Irsyadu al-Iqli al-Salim Ila Ma Mazaya al-Qur'an". )
Sehingga pada abad modern lahir tafsir menurut tinjauan sosiologis dan sastra Arab, seperti Tafsir al-Manar, dan dalam bidang sains muncul pula karya Jawahir Thanthawi, dengan judul Tafsir al-Jawahir. )

c) Tafsi>r bi al-Isya>ri>
Tafsi>r bi al-Isya>ri> atau yang sering disebut dengan tafsir sufi atau tafsir mistik. Metode ini dikarakteristikan sebagai ta'wil dalam pengertian sebagai penjelasan internal atas kandungan al-Qur'an, yang dibedakan dari tafsir sebagai penjelasan eksternalnya. Metode ini dipandang memberikan kebebasan untuk masuk ke dalam tataran makna batin yang sangat luas dan dalam teks, yang memang dituju oleh para sufi. )
Dalam tafsir bi al-Isyari mufassir mena'wilakan ayat-ayat al-Qur'an tidak menurut makna yang semestinya, tetapi kolaborasi makna lahir dan makna batin. Adapun contoh tafsir jenis ini adalah karya Ibnu Arabi, dengan judul "Tafsir al-Qur'an al-Karim", karya al-Alusi (wafat 1270 H) yang berjudul "Ruhul Ma'ani". )



3. Sejarah Perkembangan Metodologi Tafsir Al-Qur'an
Dari pembahasan di atas bahwa ketiga kategori tafsir tersebut lebih sering disebut corak tafsir. Sedangkan klasifikasi metode tafsir yang saat ini sering dijadikan acuan adalah klasifikasi metode tafsir oleh al-Farmawi, seorang guru besar Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, meskipun beliau tidak memberikan pemetaan yang tegas antara wilayah metodologi dan pendekatannya serta teknik penafsiran tafsir. )
Beliau membuat klasifikasi metode tafsir menjadi 4 (empat) macam, yaitu metode tafsir ijmaly, tahlily, muqarin, dan maudlu'i , adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a) Metode Tafsir Ijmali (Global)
Metode ini yaitu menjelaskan seputar ayat-ayat al-Qur'an secara riangkas, tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Di samping itu, penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur'an, sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar al-Qur'an, padahal yang didengarnya itu adalah tafsirannya. )
Selanjutnya kelebihan dari metode ini adalah praktis dan mudah dipahami, bebas dari penafsiran israiliyyat, serta akrab dengan bahasa al-Qura'an. Sedangkan kelemahan metode ini adalah menjadikan petunjuk al-Qur'an bersifat parsial dan tidak ada ruang yang memadai untuk mengemukakan analisis. )
Adapun yang termasuk dalam kelompok metode ini adalah kitab "Tafsir al-Qur'an al-Karim” , karangan Farid Wajdi, "Tafsir al-Wasith", "Tafsir al-Jalalain", karya Imam al-Suyuthi, serta "Taj al-Tafsir", karangan Muhammad Utsman al-Mirghani, dan termasuk juga dalam klasifikasi metode ini juga kitab al-Tafsir al-Wajiz, karangan Wahbah Zuhaili. )

b) Metode Tafsir Tahlili (Analitis)
Metode ini merupakan salah satu metode yang populer diantara metode lain. Metode Tahlili adalah metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat al-Qur'an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur'an sebagaimana tercantum dalam mushaf. )
Dalam metode ini biasanya mufassir menguraikan makna yang dikandung oleh al-Qur'an ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf. Uaraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannya dengan ayat-ayat lain, baik sebelum maupun sesudah (munasaba>t) dan tidak ketinggalan pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsir ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi Saw, sahabat, para tabi'in, maupun ahli hadis lainnya. )
Penafsiran yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk ma'tsur (riwayat) atau ra'yu (pemikiran). Diantara kitab-kitab yang termasuk kategori dalam menggunakan metode ini dalam bentuk ma'tsur (riwayat) adalah "Jami al-Bayan Ta'wil Ayat al-Qur'an", karangan Ibnu Jarir al-Thabari (wafat 310 H), "Ma'alim al-Tanzil", karangan al-Baghawi (wafat 516 H), "Tafsir al-Qur'an al-Adzhim", yang dikenal dengan Tafsir Ibnu Katsir , yang dikarang oleh Ibnu Katsir (wafat 774 H), dan "al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma'tsur", karangan al-suyuthi (wafat 911 H). )
Sedangkan dalam bentuk ra'yu (pemikiran) adalah "Tafsir al-Khazin", karangan al-Khazin (wafat 74 H), "Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta'wil", karangan al-Baidlawi (wafat 691 H), "al-Rais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur'an", karangan al-Syirazi (wafat 606 H), "al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib", karangan al-Fakhr-Razi (wafat 606 H), "al-Jawahir fi al-Tafsir al-Qur'an", karangan Thanthawi Jauhari, "Tafsir al-Manar", karangan Muhammad Rasyid Ridha (wafat 1935 H). )
Kelebihan dari metode ini adalah ruang lingkupnya yang luas dan memuat berbagai ide. Sedangkan kelemahannya adalah menjadikan petunjukkan al-Qur'an menjadi parsial, melahirkan penafsiran subjektif dan memungkinkannya dimasuki pemikiran israiliyyat. )
Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, salah satu kelemahan metode ini adalah bahasanya dirasa mengikat generasi berikutnya, hal ini karena sifat penafsirannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka. Sehingga uraian yang bersifat teoritis dan umum itu mengesankan bahwa itulah pandangan al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. )

c) Metode Tafsir Maqarin (Komparatif)
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai metode ini, dari berbagai literatur dapat dirangkum bahwa yang dimaksud dengan metode komparatif adalah sebagai berikut:
1) Membandingkan teks (nashashjamaknya nushush) dalam ayat-ayat al-Qur'an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih (beragam), dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama (diduga sama).
2) Membandingkan ayat al-Qur'an dengan hadis Nabi Saw yang pada lahirnya antara keduanya terlihat bertentangan.
3) Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur'an atau menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan pada apa yang telah ditulis oleh sejumlah mufassir. )
Ada beberapa kelebihan pada metode ini yaitu memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas kepada para pembaca; membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tidak mustahil yang kontradiktif, berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat; mendorong mufassir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis-hadis serta pendapat-pendapat para mufassir yang lain. )
Sedangkan kelemahan metode ini adalah tidak dapat diberikan kepada para pemula; kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh ditengah masyarakat; serta terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru ).

d) Metode Tafsi>r Maudlu>'i (Tematik)
Metode tafsir maudlu'i adalah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan, dikaitkan, dan dihimpun. Selanjutnya dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-Nuzul, kosa kata dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen itu berasal dari al-Qur'an, hadis, maupun pikiran rasional. )
Menurut M. Quraish Shihab, metode ini memiliki 2 (dua) pengertian; yaitu pertama, penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Qur'an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang beraneka ragam dalam surat tersebut antara satu dengan yang lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur'an yang membahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat dalam al-Qur'an dan sedapat mungkin diurut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut, guna menarik petunjuk al-Qur'an secara utuh tentang masalah yang dibahas. )

4. Analisa-Kritis Dalam Lintas Sejarah
Dari uraian diatas dapat kita analisa dalam perpspektif sejarah bahwa pembahasan mengenai klasifikasi metode tafsir al-Qur'an sejauh ini terdapat dua perbedaan. Ulama mutaqqddimi>n, mengklasifikasikan metode tafsi>r bi al-Riwa>yah, tafsir bi al-Isya>ri>. Sedangakan belakangan metode tafsir diklasifikasikan menjadi metode ijmali>, tahlili>, maqa>rin, dan maudhu'i.
Istilah lain yang hampir sepadan dengan tafsi>r adalah ta'wi>l sebagaimana dikemukakan diatas, akan sangat membantu dalam memahami dan membumikan al-Qur'an di tengah kehidupan modern dewasa ini dan masa-masa yang akan datang. Namun perlu ditekankan bahwa men-ta'wi>l-kan suatu ayat, tidaklah semata-mata pertimbangan akal dan mengabaikan faktor kebahasaan yang terdapat dalam teks ayat, lebih-lebih bila bertentangan dengan prinsip-prinsip kaidah kebahasaan.
Sehingga pada era kontemporer saat ini berkembang sebuah istilah Hermeneutik yang berarti upaya untuk mencoba menghubungkan horizon manusia lain atau melakukan tindakan penetrasi historis terhadap sebuah teks. ) Oleh karena itu hermeneutik membutuhkan "ijtihad" untuk dapat melakukan empati sehingga dapat melakukan tindakan pemahaman yang komplek diatas. Selain itu juga hermeneutik harus berjuang memformulasikan teori pemahaman bahasa dan sejarah yang lebih kreatif sebagaimana teori-teori fenomenologi umum dari sebuah 'pemahaman' yang berfungsi dalam kegiatan interpretasi teks. )
Sebagaimana kita ketahui bahwa akar kata hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata kerja herme>neuein, yang berarti "menafsirkan", dan kata benda herme>neia, "interpretasi". )
Hermeneutik adalah istilah dalam wacana keilmuan Islam tidak ditemukan, tapi menyerupai istilah Hirmis, Harmas, atau Harmis, namun menurut M. Pleggner bahwa dalam Islam dikenal dengan المثلث بالحكمة yang berasal dari tiga individu yaitu:
1. Hermes yang didentikkan dengan Akhnukh (Enoc) dan Idris, yang hidup di mesir sebelum ada pembangunan Piramid.
2. Diidentikkan pada al-Babili dari Babilonia yang hidup setelah Piramid dibangun.
3. Berasal dari tulisan tentang ilmu pengetahuan dan keterampilan yang disusun setelah Piramid dibangun. )
Pada akhirnya dalam memahami ajaran suatu agama atau menafsirkan al-Qur'an, sebagaimana memahami dan menafsirkan tidaklah sepenuhnya benar. Sebabnya, apapun jenis penafsiran, jenis metode yang dipakai, sedikit atau banyak, kemungkinan besar dipengaruhi oleh sekian banyak faktor, antara lain pengalaman, pengetahuan, kecenderungan, dan latar belakang pendidikan yang berbeda antara satu generasi yang lain, memaksakan suatu pemahaman kepada orang lain adalah sebuah tindakan arogansi pemikiran.
Sebab itu diperlukan upaya kreatif untuk melahirkan metodologi yang benar-benar mampu memberikan jawaban atas problematika yang dihadapi umat, sekaligus memberikan pagar metodologis yang dapat mengurangi subyektifitas para musfassir.

C. PENUTUP
Demikianlah pemaparan dari tafsir dan metodologinya, walaupun masih banyak catatan yang perlu kita kembangkan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang begitu cepat perkembangannya sejalan dengan fenomena dan problematika sosial keagamaan terhadap tafsir tek-teks kitab suci al-Qur'an.
Pada akhirnya kami menyadari dalam pembahasan kali ini masih banyak kekurangan dan keterabatasan kami dalam menjelaskan "urgensitas tafsir dan metodologinya", namun setidaknya menjadi pecutan bagi kami untuk senantiasa meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan kualitas kehidupan kita dimasa yang akan datang.








DAFTAR PUSTAKA


Ali> bin Muhammad al-Syari>f al-Jurja>ni, Kita>b al-Ta'ri>fa>t, Beirut: Maktabah Libna>n, 1990

Al-Harb, al-Mamnu' wal Mumtani'; Naqd adz-Dzat al-Mufakkirah, Beirut: al-Markaz al-Saqafah al-'Araby>, tt

Al-Zarqani> , Manah al-'Irfa>n fi 'Ulu>m al-Qur'a>n, Kairo: Majelis al-Azha>r al-A'ala>, tt

Imam Badruddin, Muhammad bin Abdullah al-Zarkasy>, al-Burha>n fi 'Ulu>mi al-Qur'a>n, Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahi>m, Mesir: Is al-Ba>b al-Halabi, tt

Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, Dari Hermeneutik Hingga Ideologi, Jakarta: teraju, 2003

M. Arkoun, Berbagi Pembacaan al-Qur'an, Machasin (pentj), Jakarta: INIS, 1997

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, Jakarta: Mizan, 1982

Muhammad Husein al-Dzahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiri>n, cet. ke-1, Kairo: Dar al-Kutub al-Hadisah, 1961

Muhammad bin Shaleh al-Usaimin, Ushu>lu al-Tafsi>r, diterjemahkan oleh Said Agil Husein Munawwar, dkk, Dasar-dasar penafsiran al-Qur'an, Semarang: Dina Utama, 1989

Muhammad Chudla>ri & Muh. Matsna, Pengantar Studi al-Qur'a>n, terjemah dari kitab al-Tibya>n fi 'Ulu>m al-Qur'a>n, Muhammad Aly ash-Sha>buny, Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1984

Mamat S. Burhan, Hermeneutik Al-Qur'an Ala Pesantren Yogyakarta: UII Press, 2006

Manna' al-Qaththa>n, Maba>his fi 'Ulu>m al-Qur'a>n, cet. Ke-V, Kairo: Dairat al-Ma'a>rif al-Isla>miyyah, 1973

Musnur Hery & Damanhuri Muhammad (pentj), Hermenetika Teori Baru Mengenai Interpretasi, dalm buku aslinya "Interpretation Theory in Schleimacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer", Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur'an, cet. Ke-2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000

Richard C. Martin (ed.), Approach To Islam in Religious Studies, Tucson: The University of Arizona, 1985

Subhi Shaleh, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur'a>n, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004

Taufiq Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur'a>n, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005


Posted under by | NO COMMENTS

No Responses to "TAFSI>R DAN METODOLOGI TAFSI>R AL-QUR'A>N#) (Studi Analisis -Kritis Dalam Lintas Sejarah)"

Leave a Reply